Minggu, 19 Mei 2013

Jalan Jurnalis Yang Panas


Masih hangat dalam ingatan kita pada peristiwa pembunuhan Aryono Linggotu, seorang wartawan harian metro manado pada November 2012 oleh orang tak dikenal. Pada tahun yang sama International News Safety Institute (INSI) mengeluarkan hasil riset berjudul Killing The Messenger tentang beberapa negara paling berbahaya bagi seorang Jurnalis. Yang mencengangkan, ternyata Indonesia masuk pada urutan ke 4 setelah Syiria, Nigeria, dan Brasil. Pada periode Januari-Juni 2012 setidaknya ada 6 Jurnalis Indonesia dibunuh saat bertugas.
Kalau sejenak melihat sejarah Jurnalis pada masa lalu, kekerasan, penyikasaan, bahkan kematian pada Jurnalis memang bukanlah hal yang asing lagi. Salah satunya mungkin masih membekas di ingatan masyarakat, misalnya kematian Fuad Muhammad Syafruddin seorang wartawan Harian Bernas Yogyakarta karena di aniaya pada Agustus 1996 silam. Juga penyanderaan terhadap wartawan RCTI Ersa Siregar dan Ferry Santoro pada 2003 oleh GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Aceh Timur.
            Mengapa kemudian profesi Jurnalis begitu menjanjikan kematian?.

Kebenaran Jurnalisme
            Prinsip dasar jurnalisme seperti yang ditulis Bill Kovach dalam The Elements Of Journalism adalah pada kebenaran. Informasi yang ditulis seorang jurnalis adalah fakta yang objektif bukan sekadar kebenaran filosofis ataupun akurasi belaka. Prinsip jurnalisme itu sejalan dengan tujuan utama jurnalisme yang menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel adalah “menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar bisa hidup merdeka dan mengatur diri sendiri”.
            Untuk mencari kebenaran, Andreas Harsono dalam Agama Saya Jurnalisme menuliskan bahwa seorang jurnalis “perlu tahu dan berani”. Seorang Jurnalis harus tahu sekecil apapun yang akan ditulis. Mencari tahu bisa dengan reportase, wawancara, riset dan banyak membaca. Dalam mencari tahu demi sebuah kebenaran itulah jurnalis sering di hadapkan pada rintangan bahkan ancaman dari berbagai pihak yang kurang suka pada kebenaran yang ingin di sampaikan.
            Seorang jurnalis harus rela menghibahkan nyawa dan raga sebagai jaminan atas tugas berat yang di emban. Sebab, dibaca dari fakta yang terjadi di lapangan jurnalis yang menjadi korban penyiksaan bahkan kehilangan nyawa dan kehidupan adalah mereka yang kritis pada kebijakan penguasa. Inilah yang menjadi tantangan berat jurnalis dalam memikul beban sebagai corong kebenaran.
            Ancaman apapun yang menghadang di depan mata, prinsip menyampaikan kebenaran menjadi hal mutlak yang harus tetap di sampaikan. Karena “tahu” saja tidak cukup, perlu keberanian untuk menuliskan dan mempublikasikan apa kebenaran yang diketahui. Itulah sebabnya jurnalis mempunyai kewajiban mendasar untuk berani menyampaikan kebenaran.
Sewaktu rezim ORBA berkuasa ancaman yang dihadapi berupa pembredelan media dan penyanderaan serta terbatasnya ruang gerak jurnalis untuk menyuarakan kebenaran. Kini setelah kebebasan pers di suarakan ancaman itu menjelma ancaman kematian bila berani menyuarakan kebenaran.

Perlukah Jurnalis di lindungi?
            Pembredelan terhadap beberapa media massa pada masa ORBA tahun 1994 sudah melahirkan salah satu organisasi Jurnalis dengan sebutan AJI (Aliansi Jurnalis Independen). Keberadaan AJI saat itu sebagai sebuah komunitas jurnalis alternatif, karena PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang berdiri lebih dulu ternyata lebih berpihak pada Soeharto bukan pada kebenaran. Setelah rezim Soeharto runtuh dan memasuki gerbang reformasi AJI terus mempertahankan kebebasan pers. Meski kenyataannya sampai saat ini ancaman, penyiksaan, penyanderaan, bahkan perlakuan kasar sehingga menyebabkan kematian pada jurnalis tetap terus terjadi bagai kuku yang rutin dipotong tetapi terus tumbuh.
             AJI secara bertahap melakukan peningkatan profesionalisme jurnalis untuk menciptakan pers yang sehat dan berpegang teguh pada kebenaran serta mengupayakan agar jurnalis dapat menikmati kesejahteraan. Kiranya tak salah bila jurnalis pantas menerima perlindungan hukum karena menyampaikan kebenaran bukanlah tergolong tugas yang mudah.