Hujan terus saja mengguyur, mengetuk-ngetuk pintu hatiku yang kedinginan. Ada sebersit perasaan kesal kenapa hujan tak juga reda. Padahal aku ingin segera berangkat ke Sawajarin-kompleks Madaris III Annuqayah- untuk mengikuti Diklat jurnalistik. Meski beberapa orang kawan menahanku untuk berangkat, namun dengan kemauan yang kuat, jadilah aku berangkat menggunakan payung yang ku pinjam dari seseorang. Aku bertekad menembus lebatnya hujan tak peduli sedingin apapun alam. Pokoknya aku harus mengikuti Diklat itu. Aku hanya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, aku hanya ingin membuktikan bahwa aku sungguh-sungguh serius untuk menjadi Penulis.
Sepanjang perjalanan aku terus membayangkan diriku menjadi penulis. Aku teringat perkataan Imam Al- Ghazali “ jika kamu bukan keturunan orang kaya (konglomerat) dan Ulama (darah biru), maka jadilah penulis “. Sepintas ungkapan itu seperti di tujukan untuk golongan menengah ke bawah. Ungkapan itu memang benar karena menulis hanya butuh modal kemauan, tak perlu uang ataupun jabatan penting. Kita akan dikenal orang dengan tulisan. Dan karena aku adalah orang yang miskin mungkin inilah jalanku, bergelut dengan tulis-menulis. Meski sesungguhnya semangat untuk menulis telah tumbuh sejak aku masih Mts, jauh sebelum aku mengenal kata-kata itu. Bagiku profesi menulis adalah profesi paling menyenangan sekaligus paling bebas. Bebas mengekspresikan apapun dan kapanpun. Dan akan mudah di kenali orang dengan tulisannya, buah tangannya sendiri, betapa tidak senang bukan. Dan akan sangat senang jika tulisan yang kita buat di minati banyak orang atau kita sedang sedang mood untuk menulis. Rasanya sulit di ungkapkan, tapi yang jelas bagiku masih lebih nikmat daripada Es krim rasa cokolate yang paling mahal sekalipun.
Seandainya boleh sedikit membandingkan, jika aku di tawari mau bertemu Artis terkenal apa Penulis terkenal, maka tak perlu panjang lebar, aku akan memilih bertemu Penulis terkenal, Afifah Afra –Penulis Favoritku-. Sebenarnya aku sama sekali tak mahir menulis, aku hanya mempunyai modal keinginan dan impian serta dorongan dari keluarga, guru, dan teman-teman. Tapi aku akan terus belajar, belajar, dan belajar. Entah sampai kapan. Aku bukan orang yang pemberani, bukan orang pinter dan cerdas namun ada ribuan kemauan yang mampu mengalahkan semua tolak ukur itu. Aku hanya ingin melanglang buana. Menikmati hidup yang hanya sekali ini dengan menulis meski aku tak sepenuhnya paham apa yang sebenarnya sedang aku cari.
Bersama Rafiqi Tanzil –salah satu wartawan Karimata FM- aku dan beberapa Kru Majalah Teratai serta teman-teman SMA 3 Annuqayah menghabiskan separuh hari kami untuk sejenak memasuki dunia tulis menulis. Dan berharap dapat memperoleh pencerahan setelahnya. Meski aku selalu merasa penaku masih tumpul, namun satu hal yang selalu aku ingat dan kuyakini bahwa Tuhan akan selalu membuka jalannya untuk menulis. Meski di tengah hujan lebat begini. Meski di tengah jalan yang di lalui penuh kerikil, terjal dan berliku.
Sebelum cerita ini aku tutup aku teringat kembali pada perkataan JK. Rowling –penulis novel Harry Potter- bahwa “aku akan menulis sekalipun belum tahu diterbitkan atau tidak”.
Dunia Kecil, Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar